Sabtu, 30 Januari 2021

Menulis untuk Berbagi

 


Sepeda motor ini berjalan sedikit pelan, persiapan melewati jalan yang selalu membuat hati was-was, ada beberapa truk yang antri melewati jalan itu dan saya menanti motor di depan saya untuk beranjak melewati jalan itu… ya… jalan yang sering membuat kaki masuk ke kubangan lumpur, namun tetap bersyukur karena banyak yang bernasib kurang baik, tergelincir hingga terjatuh di jalan itu. Sopir-sopir truk memandu untuk melewati bagian tengah jalan karena mereka dari tadi menata batu-batu menimbun kubangan lumpur itu, pahala sopir-sopir itu akan terus mengalir sebagai amal jariyah. Akhirnya berhasil juga dengan mulus melewatinya, terima kasih untuk siapapun yang telah menimbun jalan itu dengan batu-batu, sehingga banyak orang seperti saya yang terbantu melewatinya.

Itulah sekelumit kisah perjalanan menuju sekolah pagi ini, dan setelah sholat jum’at harus berjibaku lagi, belanja beberapa barang keperluan sekolah berkeliling kota sampai menemukan barang itu, dan foto kopi beberapa laporan yang sudah selesai dikerjakan supaya beban lebih ringan. Kemudian pergi ke kantor pos kabupaten untuk mengecek kiriman dari Perpustakaan Nasional, dan hasilnya “Anda kurang beruntung”. Namun tidak patah semangat, setelah berkomunikasi beberapa saat dengan petugas kantor pos, diperoleh informasi bahwa barang itu sudah dibawa ke kantor pos kecamatan, dengan gercep saya meminta nomer kontak kantor pos kecamatan dan langsung menghubunginya, dan benar saja barang itu sudah beberapa lama di kecamatan, namun tidak diantar ke sekolah, alasannya sekolah tutup, padahal sekolah buka setiap hari, hanya siswa sedang BDR jadi nampak sepi, akhirnya barang itu diantarkan kerumah langsung. Betapa senangnya, hasil perjuangan beberapa bulan lalu akhirnya membuahkan hasil yang tidak mengecewakan. Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan (STTPL) Diklat Kepala Perpustakaan Sekolah sudah ditangan. Semua rasa lelah, letih dan suka cita bercampur aduk, mengingat perjuangan diklat itu tidak mudah, berbagai ilmu dan pengalaman baik dari narasumber maupun teman-teman seluruh Indonesia ada disana, kenangan yang tidak terlupakan.

Dan malam ini siap-siap mengikuti pelatihan belajar menulis pertemuan ke-12, bersiap untuk belajar dari narasumber-narasumber hebat. Dan menjelang pukul 19.00 WIB tiba-tiba listrik mati, sinyal menjadi hilang datang sesuka hati. Tapi saya tetap berusaha mengikuti pelatihan, meskipun dalam kegelapan.

Moderator yang hebat hari ini adalah ibu Aam dan narasumber yang luar biasa bapak Yulius Roma Patandean, S. Pd dari Tana Toraja Sulawesi Selatan, dan saya sudah pernah menginjakkan kaki di pulau Sulawasi beberapa tahun lalu, selama beberapa minggu tinggal di Makasar, mengikuti kegiatan kemahasiswaan di Asrama Haji Sudiang.

Bu Aam membuka pelatihan dan mengingatkan peserta untuk mengisi daftar hadir. Kemudian memperkenalkan narasumber kita malam ini adalah Pak Yulius Roma Patandean, S.Pd. Kelahiran 6 Juli 1984 ini adalah salah satu alumni kelas belajar menulis gelombang 8, yang bukunya sudah tembus 2 kali ke penerbit mayor. Moderator mengenal beliau karena dulu pernah satu kelas meskipun moderator tidak naik kelas. Sebelum mempersilakan narasumber hebat malam ini, mari kita simak profil beliau di link: https://romadean.blogspot.com/2021/01/profil.html

Dan tibalah narasumber memaparkan penjelasan tentang topik yang akan dibagikan malam ini adalah “Menulis dan Berbagi”. Ini adalah pengalaman bung Roma (panggilan akrab narasumber) dalam menunjang produktifitas menulis. Beliau adalah alumni Belajar Menulis Gelombang 8, pada awalnya posisinya sama dengan kita sekarang ini, belum tahu seluk-beluknya bagaimana menulis untuk menghasilkan sebuah buku. Dan berikut ini buku-buku yang sudah ditulis: Buku “Digital Transformation” telah diterbitkan oleh Penerbit ANDI dan buku berjudul “Flipped Classroom” yang akan diterbitkan juga oleh Penerbit ANDI. Kedua buku ini adalah tulisan kolaborasi saya dengan Prof. Richardus Eko Indrajit. Buku “Guru Menulis Guru Berkarya” adalah buku kumpulan resume Pelatihan Belajar Menulis gelombang 8. Sementara Buku “Tetesan Di Ujung Pena” adalah buku kumpulan puisi yang saya tulis di bulan September-Desember 2020. Kedua buku ini  diterbitkan di penerbit Indie.





Beliau meyakini bahwa kita semua memiliki ide dan pengalaman yang bisa dituliskan. Kita memiliki karunia untuk menulis. Tinggal bagaimana mengolah kedua hal ini untuk menjadi penopang tulisan yang terstruktur menjadi sebuah buku. Membuat resume dari materi-materi yang disampaikan narasumber adalah salah satu cara melatih keaktifan kita untuk menulis. Jadikanlah menulis resume adalah menu wajib sekaligus alarm bagi kita untuk konsisten menulis. Mengapa resume? Karena resume inilah yang paling mudah kita bahasakan saat kita mulai belajar menulis. Kontennya sudah ada, tinggal diolah dan diberi bumbu kreatifitas mengolah kata-kata sehingga bahasanya renyah untuk dibaca (Kata Omjay dan Pak Mukminin). 

Menulislah tanpa beban, seperti air yang mengalir dari ketinggian, di mana ia akan berhenti di tempat yang datar untuk menjadi satu kumpulan yang besar. Demikianlah kata demi kata yang kita tuliskan, sedikit demi sedikit, pada akhirnya akan terkumpul menjadi naskah yang bisa dibukukan. 

Berapa halaman supaya bisa menjadi buku? Menurut format aturan UNESCO, minimal isi buku adalah 40 halaman. Nah, untuk mencoba membuat buku dengan standar ini, menulis minimal 20 resume dalam Pelatihan Belajar Menulis PGRI ini menjadi kewajiban yang harus bapak/ibu guru lakukan. Jika tiap resume menghasilkan masing-masing 5 halaman ukuran kertas A5, maka 20 resume sudah menghasilkan 100 halaman naskah buku. Mari selesaikan resume, dan segera miliki mahkota menulis, yakni hasil karya ber-ISBN yang akan diabadikan oleh negara di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.

Penerbitannya? Kontak pak Brian untuk mendapatkan informasi seputar penerbit Indie, bisa juga menghubungi ibu Sri Sugiastuti, pak Mukminin dan tentunya Omjay terkait penerbitan mayor.

Lalu kenapa menulis harus berbagi? Sesuai dengan pengalamannya, membagikan praktik-praktik baik tentang menulis kepada orang lain adalah pemberi motivasi baginya untuk terus menulis. Walaupun harus diakui bahwa motivasi menulis guru-guru di tiap daerah itu berbeda-beda. Selain membagikan tulisan di blog ke grup WA sekolah dan media sosial, bung Roma juga ikut menuliskan artikel di laman guruberbagi.kemdikbud.go.id. Ada dua artikel yang sudah diterbitkan di laman ini yaitu:

https://guruberbagi.kemdikbud.go.id/artikel/belajar-efektif-dari-rumah-di-masa-darurat-covid-19/

https://guruberbagi.kemdikbud.go.id/artikel/pjj-dengan-perpaduan-kelas-virtual-4-plus-1/ 

Disamping tulisan dibaca oleh guru-guru, kemdikbud juga memberikan bonus paket data, lumayan tambahan untuk mendukung PJJ yang masih akan berlangsung hingga 1 April 2021, sesuai instruksi gubernur Sulawesi Selatan.

Selain itu dapat berbagi ke rekan-rekan kerja di sekolah, termasuk mengajak rekan-rekan guru dari sekolah lain untuk menulis. Supaya mereka termotivasi, beliau yang memberi bukti lebih dulu yaitu menulis puisi dan terbit jadi sebuah buku. Akhirnya ada 2 rekan guru bahasa Indonesia yang berminat. Bung Roma mengajak mereka menulis yang paling mudah mereka lakukan, yakni menulis puisi. Setelah dua bulan berjalan akhirnya terkumpul 71 puisi yang siap dibukukan dengan judul buku ‘Merajut Asa di Badai Korona”.  Buku ini sementara dalam proses terbit. Luar biasanya prof. Richardus Eko Indrajit memberikan pengantar dalam buku puisi yang ditulis bersama dengan rekan guru dari sekolah tersebut.

Bung Roma berbagi demikian untuk memberikan motivasi ke rekan-rekan guru di sekolah dan daerahnya, terlebih buat bapak/ibu sekalian yang ada di grup belajar menulis ini, bahwa menulis itu bisa kita lakukan. Terlebih bagi guru-guru PNS yang ada di grup menulis PGRI ini, mari kita menjadi pionir untuk mengkampanyekan naik pangkat secara bermartabat lewat karya tulis kita, salah satunya menulis buku ber-ISBN. Demikian sharing dari bung Roma malam ini, setidaknya memberikan semangat untuk PNS supaya dapat menciptakan karya secara mandiri untuk syarat kenaikan pangkat dan memberikan pesan bahwa berbagi itu indah, ilmu tidak akan berkurang malah manfaatnya akan banyak diperoleh dengan berbagi. Maka menulislah dan bagikanlah!.

Kemudian masuk sesi Tanya jawab, karena posisi listrik masih mati jadi saya hanya memperhatikan semua pertanyaan teman-teman di grup, namun diujung-ujung menit terakhir pelatihan akan ditutup, tangan saya mulai gatal untuk mengirimkan pertanyaan, Alhamdulillah masih dapat bertanya dengan urutan yang terakhir. Pertanyaan ini hasil saya diskusi dengan teman satu sekolah tentang penerbitan buku, dan berikut ini adalah pertanyaan saya:

Saya pernah mendengar bahwa buku antologi hanya bisa dipakai oleh 3 orang penulisnya untuk kenaikan pangkat, dan yang lainnya tidak bisa memakai kalau sudah dipakai 3 orang. Apakah itu benar pak?

Terima kasih🙏

Jawaban: 

𝙎𝙚𝙡𝙖𝙢𝙖𝙩 𝙢𝙖𝙡𝙖𝙢, 𝙗𝙚𝙣𝙖𝙧 𝙨𝙚𝙠𝙖𝙡𝙞. 𝘽𝙪𝙠𝙪 𝙖𝙣𝙩𝙤𝙡𝙤𝙜𝙞 𝙩𝙞𝙙𝙖𝙠 𝙗𝙞𝙨𝙖 𝙙𝙞𝙜𝙪𝙣𝙖𝙠𝙖𝙣 𝙪𝙣𝙩𝙪𝙠 𝙣𝙖𝙞𝙠 𝙥𝙖𝙣𝙜𝙠𝙖𝙩. 𝙎𝙖𝙧𝙖𝙣 𝙨𝙖𝙮𝙖 𝙟𝙞𝙠𝙖 𝙗𝙚𝙧𝙠𝙤𝙡𝙖𝙗𝙤𝙧𝙖𝙨𝙞 𝙢𝙖𝙠𝙨𝙞𝙢𝙖𝙡 4 𝙤𝙧𝙖𝙣𝙜 𝙥𝙚𝙣𝙪𝙡𝙞𝙨. 𝘽𝙞𝙡𝙖 𝙗𝙪𝙠𝙪 𝙙𝙞𝙩𝙪𝙡𝙞𝙨 𝙠𝙚𝙧𝙤𝙮𝙤𝙠𝙖𝙣, 𝙢𝙖𝙠𝙖 𝙥𝙚𝙢𝙗𝙖𝙜𝙞𝙖𝙣 𝙖𝙣𝙜𝙠𝙖 𝙠𝙧𝙚𝙙𝙞𝙩𝙣𝙮𝙖 𝙖𝙙𝙖𝙡𝙖𝙝: 𝘽𝙪𝙠𝙪 𝙙𝙞𝙩𝙪𝙡𝙞𝙨 2 𝙤𝙧𝙖𝙣𝙜, 𝙥𝙚𝙣𝙞𝙡𝙖𝙞 𝙥𝙚𝙧𝙩𝙖𝙢𝙖 60% 𝙙𝙖𝙣 𝙥𝙚𝙣𝙪𝙡𝙞𝙨 𝙠𝙚𝙙𝙪𝙖 40%. 𝘿𝙞𝙩𝙪𝙡𝙞𝙨 𝙤𝙡𝙚𝙝 3 𝙤𝙧𝙖𝙣𝙜, 𝙥𝙚𝙣𝙪𝙡𝙞𝙨 𝙪𝙩𝙖𝙢𝙖 50%, 𝙥𝙚𝙣𝙪𝙡𝙞𝙨 𝙠𝙚𝙙𝙪𝙖 25% 𝙙𝙖𝙣 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙠𝙚𝙩𝙞𝙜𝙖 25%. 𝘽𝙞𝙡𝙖 𝙖𝙙𝙖 4 𝙤𝙧𝙖𝙣𝙜 𝙥𝙚𝙣𝙪𝙡𝙞𝙨, 𝙢𝙖𝙠𝙖 𝙥𝙚𝙢𝙗𝙖𝙜𝙞𝙖𝙣𝙣𝙮𝙖 𝙖𝙙𝙖𝙡𝙖𝙝 40% 𝙪𝙣𝙩𝙪𝙠 𝙥𝙚𝙣𝙪𝙡𝙞𝙨 𝙥𝙚𝙧𝙩𝙖𝙢𝙖 𝙙𝙖𝙣 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙗𝙚𝙧𝙞𝙠𝙪𝙩𝙣𝙮𝙖 20% 𝙙𝙖𝙧𝙞 𝙖𝙣𝙜𝙠𝙖 𝙠𝙧𝙚𝙙𝙞𝙩. 𝙅𝙖𝙙𝙞, 𝙨𝙚𝙘𝙖𝙧𝙖 𝙩𝙞𝙙𝙖𝙠 𝙡𝙖𝙣𝙜𝙨𝙪𝙣𝙜 𝙗𝙪𝙠𝙪 𝘼𝙣𝙩𝙤𝙡𝙤𝙜𝙞 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙥𝙚𝙣𝙪𝙡𝙞𝙨𝙣𝙮𝙖 𝙗𝙞𝙨𝙖 𝙥𝙪𝙡𝙪𝙝𝙖𝙣 𝙩𝙞𝙙𝙖𝙠 𝙗𝙞𝙨𝙖 𝙙𝙞𝙣𝙞𝙡𝙖𝙞 𝙖𝙣𝙜𝙠𝙖 𝙠𝙧𝙚𝙙𝙞𝙩𝙣𝙮𝙖.

Sebelumnya pertanyaan dimulai oleh moderator karena banyaknya peserta yang bertanya tentang hal yang sama, yaitu: Banyak guru yang kesulitan untuk membuat buku yang bisa digunakan untuk naik pangkat. Apakah buku resume yang kita tulis bisa dijadikan syarat untuk naik pangkat? Atau ada ketentuan khusus dilihat dari isi bukunya harus seperti apa?dan jawaban beliau adalah “Buku kumpulan resume adalah buku yang berisi juga tentang pendidikan, yakni metode penulisan dsbnya, seperti yang termuat dalam Buku 4 Pembinaan dan Pengembangan Profesi Guru tentang Buku dalam Bidang Pendidikan, nah ketika kumpulan resume ini telah kita olah sedemikian rupa kemudian diterbitkan jadi buku ber-ISBN, tentunya bisa digunakan untuk naik pangkat. Buku dalam bidang pendidikan yang dicetak oleh penerbit dan ber-ISBN, nilainya 3. Sementara buku yang dicetak oleh penerbit namun  tidak ber-ISBN nilainya 1,5”.

Dan disusul dengan pertanyaan-pertanyaan berikutya, dan pelatihan hari ini ditutup dengan semangat baru, yaitu semangat menulis dan berbagi kepada semua orang dimanapun berada. Semoga resume ini bermanfaat untuk kita semua, membakar semangat untuk berkarya secara mandiri, menuangkan ide kita sendiri dengan produktif.


Ketapang, 29 Januari 2021

Nurus Sholikhah, S. Pd


2 komentar:

  1. Salam literasi Bu,,,semangat ya tuk saling suport...main yu ke blog saya

    https://suryanietin.blogspot.com/2021/01/tetap-menulis-dan-selalu-berbagi.html

    BalasHapus