Kamis, 11 Maret 2021

Harga Cabe Meroket di Pasaran


Hari ini tanggal merah, tandanya libur yes...
Memperingati isra mi'raj Nabi Muhammad SAW.
Dan inilah kesempatan emak-emak untuk refreshing, menikmati libur dengan caranya masing-masing. Begitu juga dengan diriku ingin menikmati libur ini dengan keluarga. 

Membuka mata pagi ini, diserbu dengan berondongan pertanyaan dari anak-anakku. Ada yang bertanya hari ini akan berjalan-jalan kemana? Ada yang bertanya hari ini masak apa? Ada juga yang bertanya kapan kita akan belanja-belanja😄. Anak-anakku yang super aktif dan penuh kejutan, ada aja yang dikerjakan setiap hari, hal-hal baru yang membuat mata dan mulut ini tidak bisa diam. Menanggapi serbuan pertanyaan mereka itu harus dengan alasan yang meyakinkan, kalau tidak mereka akan semakin banyak bertanya, dan kadang membuat kita kebingungan untuk menjawabnya. Dan kali ini aku hanya menjawab bahwa kita hari ini akan berjalan-jalan ke ladang😄, mereka kecewa tapi itu sebentar saja, karena habis itu mereka sibuk menonton tv.

Tiba-tiba suami menghampiri dan mengajakku belanja ke pasar, katanya ingin membeli ayam karena setiap hari sudah makan ikan hasilnya mancing di sungai dan ladang, jadi hari ini pengen menu beda. Tentu saja dengan gerak cepat saya langsung berkemas, bedandan rapi, dan mengecek semua stok bahan-bahan dapur, apa saja bumbu-bumbu yang sudah habis. Ternyata banyak juga bumbu-bumbu yang sudah habis, "brambang entek, kunir entek, kemiri, tumbar, akeh seng entek" omelanku sambil mengecek tempat bumbu. 

Suamiku bertanya apa saja yang habis, tentu saja langsung ku terjemahkan omelanku, maklum suamiku tidak terlalu paham bahasa jawa. Kujelaskan bahwa bawang merah, kunyit, kemiri, ketumbar, dan lain-lain habis. Intinya banyak yang harus dibeli hehe...

Tidak lama kami berdua sudah duduk di dalam mobil dan siap meluncur ke pasar, dalam perjalanan aku hanya diam mendengarkan lantunan lagu-lagu yang diputar suamiku. Sesampainya di pasar Simpang Tiga Tuan-Tuan, kami mencari tempat parkir yang kosong, karena hari ini sangat ramai pasarnya, parkiran penuh. Akhirnya dapat juga tempat parkir, dan kami berdua langsung menuju tempat orang jual daging ayam, ternyata langganan kami hari ini tidak jualan, padahal kalau beli biasanya dapat bonus kaki dan kepala ayam. Tapi ternyata digantikan umi nya yang berjualan, setelah memilih dan memilah daging ayam, kemudian ditimbang. Kami membeli beberapa kilogram untuk stok beberapa hari, seperti biasa setelah ditimbang daging ayam dipotong-potong, dan suamiku minta potongannya yang agak kecil-kecil supaya kalau dimasak bumbunya meresap dan tentu saja supaya potongannya dapat banyak🤣. Kemudian umi menawarkan bonus, ya inilah yang ditunggu emak-emak kalau berbelanja diskon dan diskon, bonus dan bonus....tidak berpikir panjang aku menerima bonus itu, kaki dan kepala ayam favoritku. Alhamdulillah...kalau memang rizki tidak akan lari kemana-mana. Meskipun beda penjual tetap dapat bonus. 

Setelah membeli ayam aku sibuk melirik kesana kemari mencari penjual tapai, ternyata tidak ada. Padahal hari ini bapak dan adikku puasa rajab, dan bapakku sangat suka dengan tapai jika berbuka puasa. Aku tidak dapat puasa, sayang sekali sedang berhalangan di waktu yang kurang tepat. Karena tidak menemukan tapai, aku langsung melanjutkan membeli bumbu-bumbu yang tadi habis. Ku mencari bawang merah yang gede-gede, karena kalau beli yang mungil kelamaan ngupasnya. Dan aku menemukannya, bawang merah yang besar ukurannya, di lapak ini sangat ramai, jadi harus sabar antri. Emak-emak mengerubuti cabe, ya cabe yang terlihat sangat segar dan warnanya sungguh mempesona. Penjualnya mengatakan bahwa harga cabe 1 ons Rp. 20.000,00, ya Allah aku sungguh terkejut 😱, aku tidak menyangka bahwa harga cabe sekarang mahal sekali, artinya harga 1 kilogram cabe adalah Rp. 200.000,00. Sebuah harga yang fantastis, lebih mahal daripada daging ayam yang per kilogramnya hanya mencapai Rp. 38.000,00 itupun masih dapat bonus kaki dan kepala ayam setengah kilogram. Sudah lama aku tidak membeli cabe, makanya kurang tau harga pasaran cabe. Bersyukur juga bisa mengurangi anggaran pembelanjaan, karena sambal adalah menu wajib dirumahku, makan nasi tidak sah kalau tidak ada sambal di meja makan. Bisa dibayangkan jika setiap dua hari sekali harus membeli 1 ons cabe, satu bulan bisa menelan anggaran belanja Rp. 300.000,00 untuk membeli cabe saja. Kenapa aku tidak membeli cabe? Padahal setiap hari harus membuat sambal di rumah?

Ceritanya panjang sekali dan akan diceritakan dengan sesingkat-singkatnya supaya lebih efisien😄. Dari masih gadis aku memang suka bertanam, tapi dulu menanam bunga, setelah menikah selain suka menanam bunga, aku mulai mengembangkan kesukaanku😄 dengan menanam sayur-sayuran, ini sich sebenarnya insting emak-emak supaya lebih pengiritan. Karena selama menetap di Kalimantan Barat, aku merasakan bahwa harga sayur mayur sangat mahal, jadi sebagai emak-emak harus kreatif supaya dapur tetap ngepul asapnya. Dan semasa pandemi covid 19, aku banyak bekerja dari rumah dan dan di sela-sela kesibukan masih menyempatkan diri untuk bercocok tanam, karena aktivitas berjalan ke luar rumah juga dibatasi oleh pemerintah demi pencegahan covid 19, aku dibantu bapakku yang kebetulan tidak pulang ke Jatim karena covid 19 merajalela di sana pada waktu itu. Aku menanam cabe di polibag, menanam jahe, kunci, kencur, keladi sayur, jeruk purut, kecipir, lengkuas, daun bawang, dan bapakku menanam jagung, ubi dan singkong. Biasanya aku membuat video pembelajaran yang ala kadarnya, sambil duduk di sebelah pohon cabe yang tingginya sudah melebihi tinggi badanku. Inilah mengapa aku hampir tidak pernah membeli cabe, karena aku sudah menanam cabe dalam beberpa polibag. Dan harga cabe sekarang meroket, luar biasa melebihi harga udang galah per kilogramnya. Sekarang tinggal menikmati hasil tanaman yang sudah berbakti, bersyukur masih bisa berbuat yang bermanfaat di masa pandemi ini, dimana semua orang sedang mengeluh susah mencari uang karena pasar sepi pengunjung dan dengan berbagai pembatasan aktivitas oleh pemerintah akibat covid 19 yang belum hilang dari bumi pertiwi. 

Kembali pada kisah antri di pasar membeli bawang merah, emak-emak yang membeli cabe banyak yang menggerutu karena harganya yang meroket. Setelah selesai membeli bawang merah, aku pindah ke toko sebelah untuk membeli bumbu-bumbu lain. 

Dan akhirnya bisa keluar dari pasar dengan membawa semua barang-barang yang diharapkan, suamiku mengajak singgah untuk beli sarapan, dan pagi ini berhasil menyantap sate ayam yang lumayan enak. Kemudian pergi ke toko kue, membeli pesanan anak-anak, supaya tenang sampai rumah, tidak diprotes oleh mereka😄.

Note: foto cabe di atas adalah foto hasil panen cabe kemarin sore, dari dua pohon cabe.

Rabu, 03 Maret 2021

Satu Minggu Menulis Sebuah Buku

 





Pelatihan belajar menulis malam ini, Senin 15 Februari 2021 dengan narasumber hebat Prof. Richardus Eko Indrajit atau yang lebih dikenal dengan sebutan Prof. Ekoji. Berikut ini link youtube Ujian Terbuka Universitas Jakarta : https://www.youtube.com/watch?v=Yx-r7KVeIJ8. Dan biodata beliau bisa dilihat dengan lengkap di https://id.wikipedia.org/wiki/Richardus_Eko_Indrajit

Moderator malam ini adalah bu Aam yang luar biasa, menyapa peserta dengan rammahnya, memperkenalkan narasumber dengan dibumbui cerita tentang keberhasilan bu Aam menerbitkan buku bersama Prof. Ekoji.

Dan berikut ini adalah pemaparan dari Prof. Ekoji, diawali dengan menyapa semua peserta dan ucapan terima kasih kepada Om Jay dan Bu Aam yang sudah mengundang beliau bertemu teman-teman yang hebat ini. Materi malam ini mengenai Kiat Menulis Buku dalam Seminggu. Membaca tema malam ini, serasa mustahil untuk melakukannya, mungkin karena saya belum pernah memcoba dan beranikah mencoba?.

Menurut Prof. Ekoji,  kita sebagai manusia senang bercerita dan mengobrol, bicara ke sana ke mari dengan siapa saja kita berjumpa. Seandainya ada waktu seminggu berliburan bersama suami/istri dan anak-anak, pasti dalam seminggu tersebut banyak sekali yang bisa diceritakan. Contohnya adalah beliau bersama anak bungsunya lama mengobrol masalah pengalaman belajar online dengan guru gurunya. Dari jam 8 pagi hingga 12 siang, mengikuti kelas anaknya dengan tiga orang gurunya. Setelahnya beliau melihat anaknya bersama ibunya tertawa-tawa sambil mengerjakan tugas untuk keesokan harinya. Karena iseng, beliau menuliskan pengalaman tersebut dalam sebuah catatan pribadi, ketika sedang asik-asik menulis, ternyata sudah jadi 10 halaman. Padahal yang  ditulis adalah menceritakan kembali apa yang  dialami dari pagi hingga petang hari. Prof. Ekoji bertanya bisakah kita membayangkan apabila kita lakukan setiap hari? berarti dalam sebulan bisa jadi 300 halaman ya?

Dari cerita tersebut, sebenarnya kesimpulannya sederhana, mengubah berkomunikasi via oral (mulut) ke dalam via tulisan adalah cara jika ingin menulis dan menerbitkan buku dalam satu minggu.

Kita semua mempunyai hobi, kegemaran, kesukaan, cerita, dan lain-lain. Pilihlah satu topik yang sangat anda SUKAI dan anda KUASAI karena pengalaman anda, namun jangan ceritakan ke orang lain via obrolan (mulut/verbal), tetapi lakukan dengan cara menuliskan apa yang ingin anda omongkan via tulisan. Intinya sederhana, kalau setiap hari kita biasa sholat lima waktu bagi yang muslim atau berdoa bagi yang lain, maka ditambahkan sekarang dengan cara menulis satu halaman per hari (seperti yang diajarkan Om Jay).

Kalau kita sudah terbiasa menulis dan mulai ketagihan, maka usahakan kita menaikkan porsinya lebih dari hari-hari sebelumnya jumlah halamannya. Prof. Ekoji biasanya setiap hari menulis 1-3 halaman, tapi pas hari Sabtu atau Minggu bisa berpuluh-puluh halaman dan isinya macam-macam, dari mulai cara mengajar, teknik main sulap kartu, update teknologi terbaru, dan lain sebagainya. Beliau mengatakan bahwa semua peserta belajar menulis adalah para blogger hebat, artinya semua sudah memiliki modal untuk menulis, jadi menulislah tanpa harus menunggu.

Hambatan menulis datang dari diri kita sendiri, yang pasti paling banyak mengatakan tidak ada waktu, padahal justru saat pandemi inilah waktu paling tepat untuk menulis karena semuanya WFH (Work From Home). Menulis juga bisa dipicu karena hal-hal lain. Misalnya kita orang tua yang sering sekali memberikan nasehat ke anak-anak remaja tapi mereka cuek atau tidak mendengarkan. Yang Prof. Ekoji lakukan adalah nasehat tersebut ditulis dalam bentuk "surat untuk anakku yang kubanggakan", diprint, dan ditaruh di meja anaknya. Alhasil, dia justru semakin cinta dengan ayahnya (padahal kalau dinasehati dia tidak mau). Istrinya juga sering diisengin. dibuatkan puisi, pantun, syair, dan gurindam, padahal susunan kata-katanya diambil dari rangkaian lagu-lagu yang diciptakan almarhum ayahnya A. Riyanto. Alhasil, hubungannya semakin romantis. Prof. Ekoji juga bersyukur kedua orang tua masih ada dan lengkap. Setiap mereka ulang tahun, beliau persembahkan berbagai karya tulisan yang mengingatkan pada indahnya masa-masa kecil dulu ketika kita semua masih bersama dalam satu atap rumah, ayah dan ibunya pasti tersenyum sambil menangis haru.

Intinya adalah bahwa menulis itu bukan saja bertujuan untuk publikasi. Bagi beliau menulis adalah untuk meningkatkan imunitas tubuh (supaya tidak mudah terjangkiti covid-19). Karena dengan menulis beliau dapat membuat orang lain bahagia, tersenyum, gembira, dan tertawa. Itulah hebatnya sebuah pena, keyboard, atau jempol di handphone.

Sebagai pribadi beliau berharap agar anak, cucu, cicit, dan cicit-cicitnya nanti bisa mengenal siapa kita sebagai mbah-mbah-mbah buyutnya. Karena apapun yang kita tulis akan terekam abadi di dunia maya. Itulah hal-hal yang membuat Prof. Ekoji senang menulis, termasuk menerima tawaran Om Jay yang mengharuskan beliau mengetik via WA ini dan sekaligus melatih kecepatan mengetik 10 jarinya. Jadi jangankan seminggu, satu hari saja jika kita memutuskan untuk menulis dari pagi sampai malam, pasti bisa menjadi buku. Kadang-kadang untuk memaksa, beliau suka mendisrupsi dirinya sendiri. Misalnya dengan membayangkan hal yang aneh-aneh. Dan kemudian menuliskan hal tersebut dan menjadikannya sebuah buku.

Prof. Ekoji memberikan letupan semangat baru, lebih baik menulis dan dapat menjadi kenangan seumur hidup daripada mengobrol yang belum tentu bermanafaat. Inilah resume yang dapat saya buat, semoga bermanfaat bagi yang membacanya.

 

Nurus Sholikhah, S. Pd