Sabtu, 25 Maret 2023

Berbagi Kasur

Waktu menunjukkan pukul 17.00 wib dan kami masih di jalan, berkeliling mencari takjil dan menyelesaikan beberapa urusan yang terbilang tidak terlalu rumit tapi menyita waktu.

Takjil yang dibeli hari ini adalah menu andalan yang murah meriah, apalagi kalau bukan berbagai macam jenis gorengan,  ada beberapa bakwan atau ote-ote (bahasa orang Jombang), ada tempe goreng, ada tahu isi bakso, dan gorengan kue kabin isi sayuran. Karena Mbah tidak terlalu ramah dengan gorengan-gorengan yang menggoda, menu takjil Mbah adalah kue ongol-ongol warna hijau dibalut parutan kelapa yang teksturnya menul-menul seperti pipi ibu hehe dan tidak lupa makanan yang berkuah santan, dengan bulatan-bulatan tepung ketan yang lembut di mulut, Kekicak namanya dalam bahasa Ketapang.

Sebenarnya tidak ingin membeli banyak jenis takjil, apa dikata makanan kesukaannya berbeda, apalagi Mbah yang memang menyukai makanan sesuai jenis usianya, makanan yang lembut dan tidak banyak mengandung minyak adalah makanan kesukaan Mbah. Sedang anak-anak dan bapak paling suka gorengan, kalau ibu makanan apapun bisa diterima oleh lidahnya hehe. Kalau mau buat takjil sendiri kadang tidak sempat, dan malah ribet karena beda-beda kemauannya.

Takjil ini merupakan hadiah untuk anak-anak, karena berhasil menjalani ibadah puasa meskipun hadiahnya harga seribuan, tapi mereka menyambut bulan ramadhan ini dengan gembira. Selain bulan ini tidak banyak ditemukan jenis-jenis kue dan makanan yang ditawarkan kedai-kedai di sepanjang jalan, tapi kalau sudah di bulan ramadhan, hampir semua tepi jalan dipenuhi dengan kedai-kedai dadakan menjual takjil.

Sayur-sayuran yang dilirik di hari yang panas ini adalah sayur bayam, tiga ikat kecil dengan harga lima ribu rupiah, dan jagung satu bungkus yang berisi tiga buah jagung agak kecil seharga enam ribu rupiah, tidak terlewat adalah tahu cina, tekstur tahunya lebih kenyal dan tidak mudah hancur, satu bungkus terdiri dari sepuluh kotak kecil-kecil dengan harga sepuluh ribu rupiah. Satu lagi yang tidak ketinggalan adalah daun kemangi, satu ikat harganya seribu rupiah.

Sesampai dirumah, menunggu anak-anak santri yang biasanya mengambil takjil dari satu rumah ke rumah warga sekitar pondok pesantren, budaya ini sudah bertahun-tahun dilaksanakan disini. Eh tapi mereka tidak datang-datang, mungkin sebelum kami pulang dari belanja tadi mereka sudah kerumah, tapi kami belum pulang. Karena kami sampai dirumah sudah pukul lima lebih. Semoga mereka memperoleh takjil yang cukup hari ini.

Rumah kami tidak jauh dari pondok pesantren, ada beberapa pondok pesantren di jalan ini. Kalau tidak salah ada empat pondok pesantren. Suasana yang menyejukkan hati, melihat anak-anak santri yang terkadang lalu lalang sibuk dengan kegiatannya.

Dengan tergesa-gesa, ibu masak sayur bening semua bahan yang sudah dibeli tadi. Potong-potong jagung, menyiangi sayur bayam dan daun kemangi, kupas bawang merah, dan cuci semuanya sampai bersih. Rebus air bersama jagung yang sudah dicuci sampai mendidih, kemudian bawang merah diiris dan dimasukkan ke dalam panci yang berisi jagung tadi, selanjutnya masukkan sayur bayam dan daun kemangi, tambah sedikit gula dan garam, tunggu sampai bayam dan daun kemangi layu, sayur bening siap disajikan. Menu segar menggelegar untuk berbuka puasa di cuaca yang lumayan panas.

Karena waktu sudah mepet untuk berbuka, maka tahu tidak sempat tergoreng, hanya sempat menggoreng stok ikan hasil mancing dan terong sisa kemarin. Ada ikan Sepat dan ikan Kepuyu yang setia menemani hari-hari kami, hasil mancing bapak dan Angah tadi pagi. 

Tibalah waktu berbuka puasa, alhamdulillah dengan semua perjalanan hari ini, semuanya berjalan dengan baik meskipun sedikit kalang kabut. Sholat maghrib ibu tidak ikut berjamaah karena harus menyelesaikan goreng ikan. Selesai sholat bapak membuat sambal tomat yang rasanya maknyus membuat lidah bergoyang. Makan sederhana begitu nikmat, karena adanya rasa syukur dengan apa yang kita miliki.

Persiapan sholat isya dan taraweh, masih dihiasi oleh anak-anak yang sebentar bercanda, sebentar nangis dan sebentar tertawa, pemandangan yang lazim setiap hari. Namun semuanya terselesaikan dengan damai. 

Ibu mencoba beristirahat setelah seharian bergelut dengan berbagai macam pekerjaan. Seperti biasa baring-baring di kasur memang selalu dirindukan untuk memberi tubuh ruang santai. Dan tiba-tiba datang Mas sambil senyum-senyum dan baring sebelah kanan dekat ibu, datang lagi Angah masih dengan lato-lato ditangannya dan bunyinya yang khas cetak cetok cetak cetok dan langsung berbaring disebelah kiri ibu, disusul paling akhir Ucu sambil senyum-senyum dan mulai berebut tempat berbaring di sebelah ibu. Akhirnya Angah mengalah dan bergeser, jadi Ucu berbaring di sebelah kiri ibu, disebelahnya lagi ada Angah yang selalu mengalah untuk adiknya.

Cerita punya cerita, bersenda gurau bersama karena Mas hampir satu tahun di pondok pesantren, jadi ini pertama kalinya mas baring disebelah ibu. Kalau adik-adiknya sering tidur dengan ibu jika kebetulan bapak sedang keluar kota. Karena waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 wib, ibu meminta kepada anak-anak untuk segera kembali ke kamarnya masing-masing dan segera tidur supaya mudah dibangunkan untuk sahur. Mereka semua menurut dan keluar kamar.

Namun apa yang terjadi? Selang beberapa menit Mas masuk ke kamar ibu dan berbaring di sebelah kiri, disusul adek-adeknya dengan posisi yang sama seperti sebelumnya. Dan akhirnya ibu membiarkan mereka tidur satu kasur dengan ibu. Mungkin mereka kangen masa-masa ini, masa dimana mereka merasakan kehangatan tidur bersama ibu, meskipun sekarang mereka sudah besar dan kasurpun hampir tidak muat untuk kami berempat.

Bapak masuk ke kamar dan kaget melihat pemandangan yang tidak biasa ini, melihat anak-anak tidur dengan pulas, bapak menyelimuti mereka dan mengalah untuk tidur di sofa dalam kamar. Indahnya berbagi kasur, meskipun kami tidur berdesak-desakan tapi ini akan dirindukan suatu saat nanti. 

10 komentar: