Selasa, 17 Januari 2023

Reformasi KTI menjadi Buku

Kelas Belajar Menulis Nusantara PGRI
Gelombang 28
Nurus Sholikhah, S. Pd

Narasumber pelatihan malam ini adalah Bapak Eko Daryono, S. Pd seorang penulis yang luar biasa. Sudah berpuluh-puluh buku yang berhasil diterbitkannya.

Materi malam ini adalah “Menulis Buku dari Karya Tulis Ilmiah”. Atau lebih tepatnya “Menerbitkan buku dari Karya Tulis Ilmiah”
Materi yang menantang karena sangat dibutuhkan pada saat ini dan diharapkan bisa memberikan pencerahan, mengingat tidak adanya standarisasi konversi KTI menjadi buku. Namun demikian, dari berbagai pengalaman yang telah disampaikan oleh para Widyaiswara, Peneliti LIPI, Pakar Menulis akhirnya mengerucut pada standar isi buku. Meski demikian, standar tersebut sifatnya tetap fleksibel. Beda penulis kadang beda persepsi.

Karya Tulis Ilmiah (KTI) dalam Peraturan Kepala LIPI Nomor 2, Tahun 2014 adalah tulisan hasil litbang dan/atau tinjauan, ulasan (review), kajian, dan pemikiran sistematis yang dituangkan oleh perseorangan atau kelompok yang memenuhi kaidah ilmiah.

Secara umum KTI ada dua yaitu:
1. KTI Nonbuku terdiri dari:
• KTI bidang akademis untuk mendapatkan gelar: tugas akhir, skripsi, tesis, disertasi.
• KTI hasil penelitian : PTK, PTS, best practice, makalah, artikel, jurnal.
• KTI berupa ulasan atau resensi.
2. KTI Buku terdiri dari:
• Buku Bahan Ajar : diktat, modul, buku ajar, buku referensi
• Buku Pengayaan : monografi, buku teks, buku pegangan, buku panduan
• Buku kompilasi : bunga rampai, prosiding.
Ternyata tidak semua KTI itu berupa buku. Memang secara wujud, PTK, PTS, Tugas Akhir, skripsi, tesis, desertasi itu berupa buku, namun bukan buku. Lebih tepatnya adalah laporan hasil penelitian dan sifat publikasinya pun terbatas. Struktur penulisan KTI umumnya dijadikan sebagai standar dalam Menyusun bab-bab dalam KTI meskipun untuk KTI sejenis skripsi, tesis, desertasi, tugas akhir memiliki gaya yang berbeda di setiap kampus.

Perbedaan laporan KTI dan KTI yang dikonversi menjadi buku sebagai berikut:
1. Secara subtansi isi, tidak ada perbedaan isi laporan KTI dengan isi buku hasil konversinya. Karena sejatinya isi buku mencerminkan keseluruhan isi laporan KTI
2. Secara sistematika, tentunya gaya penulisan KTI dengan penulisan buku tentu berbeda. Ada penyesuaian-penyesuaian sistematika KTI yang dikonversi menjadi buku dengan tujuan agar kesannya tidak kaku. Misalnya penomoran tiap sub bab-sub bab.
3. Secara Bahasa, meski sama-sama ilmiah, hasil konversinya tentu harus dimodifikasi sehingga Bahasa dalam bukunya lebih luwes, bersifat lugas dan tidak lagi mencantumkan kata-kata seperti “penelitian ini”, “peneliti”, “teman sejawat”, “penulis”.

Cara mengkonversi KTI menjadi buku sebagai berikut:
1. Memodifikasi Judul, judul KTI umumnya mengandung unsur : variabel penelitian, objek penelitian, dan seting penelitian (baik tempat maupun waktu). Judul buku hasil konversi seperti judul buku-buku yang punya daya tarik dan daya jual harus menarik, unik, mudah diingat, dan mencerminkan isi buku. Kemenarikan judul buku sifatnya subjektif.
2. Memodifikasi Sistematika dan Gaya Penulisan, KTI Nonbuku yang berupa laporan hasil penelitian umumnya ditulis dengan sistematika dan penomoran yang baku seperti yang telah saya uraikan di atas. Nah, pada saat laporan tersebut dikonversi menjadi buku, maka harus dimodifikasi gayanya sesuai dengan gaya penulisan buku. Tidak tampak lagi adanya sub bab-sub bab yang membuat isi buku seolah-olah terpisah-pisah.
3. Modifikasi Bab I. Bab I yang biasanya PENDAHULUAN boleh tetap dipertahankan judulnya dengan “PENDAHULUAN”, boleh “PEMBUKA” atau kata lain yang menggambarkan kemenarikan buku. Konversi PTK yang dibuat oleh narasumber, merubah pendahuluan dengan “FENOMENA PEMBELAJARAN TIK” yang tentunya berisi mengenai fenomena sebagaimana isi poin latar belakang dalam naskah laporan aslinya ditambah dengan fenomena kekinian agar pentingnya isi buku dapat ditonjolkan sejak awal sehingga pembaca merasa tertarik untuk membaca keseluruhan isi buku. Adapun secara struktur, tidak diperlukan lagi sub bab - sub bab seperti latar belakang, permasalahan, tujuan, manfaat dalam bentuk angka-angka. Fokusnya lebih mengeksplor latar belakang.
4. Modifikasi Bab II. Narasumber mencontohkan isi bab II dari PTK yang beliau susun. Susunan bab dan sub bab dirubah dalam gaya penulisan buku sehingga menjadi beberapa bab.
5. Modifikasi Bab III. Substansi bab 3 sebenarnya lebih terfokus pada metode, teknik pengumpulan data (instrumen) serta analisis data. Jika berupa PTK berisi langkah-langkah tindakannya. Ada beberapa alternatif yang dapat diterapkan yaitu benar-benar menghilangkan bab III, menginclude bab 3 di bab 2 atau menarasikan bab 3 di awal bab pembahasan.
Menghilangkan bab 3 maksudnya keseluruhan isi bab 3 dihilangkan, sebab bunyi bab 3 sebenarnya bisa dicermati dari isi pembahasannya. Menginclude bab 3 di bab 2 maksudnya konsep pokok terpenting dari bab 3 digabung dalam bab 3. Misal dari contoh ini, langkah-langkah tindakan saya include di Bab V dengan sub Tahapan Penerapan Every One is Teacher Here Menggunakan Model Tindakan Kelas. Menarasikan bab 3 di awal bab pembahasan maksudnya menyampaikan substansi isi bab 3 sebagai awal pembahasan. Namun narasi tersebut butuh kehati-hatian. Jika untuk kepentingan kenaikan pangkat bagi guru ASN, maka narasi tersebut perlu dipertimbangkan untuk dicantumkan.
6. Modifikasi Bab IV. Bagian ini sejatinya merupakan bagian inti isi buku, sesuai dengan judul buku. Bab IV tidak lagi menggunakan judul Hasil Penelitian dan Pembahasan, namun disesuaikan dengan konteks buku. Judul buku menjadi pilihan sebagai judul Bab IV. Pada buku bab IV dapat dimasukkan tabel, grafik, foto-foto kegiatan maupun hasil penelitian yang menyatu dalam buku. Bab IV tidak lagi berisi data mentah seperti nilai dari setiap siswa berikut namanya. Foto pun hanya sekedar yang dibutuhkan sebagai pendukung.
7. Modifikasi Bab V. Pada laporan hasil penelitian, bab V biasanya diberi judul PENUTUP. Judul tersebut dapat dipertahankan. Hanya saja, isi bab tidak hanya simpulan dan rekomendasi (saran) saja, namun ditambahkan temuan yang terkait dengan hasil penelitian.
8. Modifikasi Lampiran. Lampiran yang disertakan hanyalah instrument penelitian atau data matang yang mendukung, bukan data-data mentah.

Hal-hal yang perlu diperhatikan saat mengkonversi KTI menjadi buku sebagai berikut:
Pertama, keaslian laporan hasil penelitian. Tindakan Plagiat tidak dibenarkan terlebih karya seperti PTK kadang tidak dicek keasliannya. Namun saat diterbitkan jadi buku, maka penulis harus yakin betul bahwa karya yang akan diterbitkan memang original punya penulis sendiri. Kalau karya seperti skripsi, tesis apalagi desertasi akan langsung ketahuan jika plagiat karena sudah ada generate machine untuk pengecekannya. 
Kedua, menghindari kompilasi yang terlalu banyak. Include saja pendapat pada ahli yang mendukung substansi ini, sisanya mengembangkan dengan analisis dari sudut pandang penulis. Mengapa demikian, saat penulis menerbitkan buku dari hasil KTI-nya sedang otomatis dia sedang menyuguhkan bahan pustaka kepada pembaca. Kegiatan sekedar meng-copas pendapat asli para pakar perlu dihindari dengan mengubah gaya penulisan kutipan. 
Ketiga, memilah dan memilih data yang dipublikasikan. Data matang saja yang disajikan agar buku berbobot dan tidak bombastis. 
Keempat, modifikasi bahasa buku. Hindari pemakaian penanda transisi seperti menurut, hal itu sesuai dengan pendapat, lebih lanjut si A menyatakan, berdasarkan hal tersebut. Termasuk menyebutkan kata penelitian ini, peneliti, bahkan penulis. 
Kelima, hindari pengambilan sumber kutipan berantai atau pendapat yang kurang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. 
Keenam, wajib menuliskan semua daftar Pustaka yang dipakai sebagai rujukan dalam buku untuk mendukung keabsahan buku. 
Ketujuh, memperhatikan kaidah penyusunan buku ber-ISBN khususnya jika akan dinilaikan untuk KP sesuai Buku 4 PKB.

Materi yang sungguh menarik, sangat bermanfaat. Semoga kita dapat menyerap ilmunya dengan baik. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar