Selasa, 24 Januari 2023

Mengatasi Kebuntuan Menulis

KELAS BELAJAR MENULIS NUSANTARA PGRI
Gelombang 28
23 Januari 2023


“Ibu dan Bapak hebat, perkenalkan nama saya Ditta Widya Utami. Saya juga alumni kelas menulis yg kini bernama KBMN. Tepatnya alumni Gelombang Ke-7” begitulah perkenalan dari narasumber yang luar biasa sebelum materi dimulai. Selanjutnya, memberikan motivasi kepada peserta, barangsiapa yang ingin menjadi penulis andal, maka harus siap dengan prosesnya. Tidak bisa instan, diperlukan jam terbang yang cukup banyak agar bisa menjadi seperti Omjay, Bunda Kanjeng, Pak Dail, Bunda Aam, Bu Rali, Mr. Bams, Prof. Eko, dan lainnya yang tidak bisa disebut satu per satu. Bu ditta sudah senang membaca buku-buku cerita sejak kecil (sebelum SD), senang menulis sejak di sekolah dasar (dalam buku diary). Waktu SMP, sering mengirim tulisan ke mading sekolah dan pernah menulis cerita di buku tulis yang dibaca bergiliran oleh teman-teman. 

Kemudian, atas arahan guru Bahasa Inggris, juga menulis diary dalam bahasa Inggris. Ketika SMA, masih tetap menulis diary. Beberapa teman dekat yang membaca diarynya sempat berkomentar bahwa tulisan tersebut sudah seperti novel.
Namanya anak remaja, banyak emosi yang dituangkan dalam catatan Ditta remaja. Namun belakangan, beliau baaru tahu bahwa menulis apa pun yang kita rasakan bisa menjadi self healing yang baik. Bahkan saat ini, beberapa psikolog ada yang menyarankan kepada para pasiennya untuk menulis sebagai salah satu cara mengatasi depresi. Ternyata kebiasaan menulis tersebut memberi banyak manfaat. Misalnya ketika kuliah, pernah membuat buku Petualangan Kimia bersama rekan dan diikutsertakan dalam Lomba Kreativitas Mahasiswa di Jurusan. Dan berhasil meraih posisi kedua. Di saat kuliah, beliau menulis proposal bersama teman-teman dan berhasil mendapat dana hibah untuk asosiasi profesi dari Dikti hingga 40 juta. Di tahun 2009-2010 jumlah tersebut tentu sangat besar.

Awal masuk dunia kerja, bisa dibilang cukup vakum menulis. Mengajar di boarding school dengan aktivitas yang padat membuatnya mengambil jeda sejenak dalam dunia kepenulisan. Hingga akhirnya di awal masa pandemi, beliau mengikuti kelas menulis bersama PGRI dan masuk di angkatan ke-7, berawal dari arahan untuk membuat resume, kemudian kembali aktif menulis di blog. Bahkan berkesempatan menulis bersama Prof. Eko dan menjadi 1 di antara 9 orang (angkatan pertama tantangan Prof. Eko) yang bukunya terbit di penerbit mayor. Karena terbiasa menulis, beliau bisa menyelesaikan esai di seleksi Calon Pengajar Praktik Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 3 dan lulus, saat ini sedang bertugas lagi di Angkatan 6. Ada yang menulis karena hobi, kebutuhan, tuntutan profesi, dan lain sebagainya. Apa pun alasannya, aktivitas menulis memang tidak bisa lepas dari kita sebagai makhluk yang berbahasa dan berbudaya. Lalu apa kaitannya cerita beliau dengan “writer's block?”, mari samakan persepsi bahwa aktivitas menulis itu maknanya luas, sebagaimana dalam kisah di awal, ada tulisan pribadi dalam bentuk diary, ada karya tulis ilmiah, ada cerpen, artikel, resume, dan sebagainya.

Menulis adalah kata kerja yang hasilnya bisa sangat beragam. Oleh karena itu tak hanya novelis, cerpenis, jurnalis atau blogger, namun ada juga copywriter yang tulisannya mengajak orang untuk membeli produk, ada content writer yang bertugas membuat tulisan profesional di website, ada script writer yaitu penulis naskah film/sinetron, ada ghost writer, techincal writer, hingga UX writer, dan lain-lain. Faktanya, penulis-penulis tersebut masih bisa terserang virus WB alias Writer's Block. Tidak peduli tua atau muda, profesional atau belum, WB bisa menyerang siapa pun yang masuk dalam dunia kepenulisan. Oleh karena itu, penting bagi seorang penulis untuk mengenali WB dan cara mengatasinya. Karena WB ini bisa menjangkit dalam hitungan detik, menit, hari, minggu, bulan, bahkan tahunan. Tergantung seberapa cepat kita menyadari dan mengatasinya. Sederhananya, WB adalah kondisi dimana kita mengalami kebuntuan menulis. Tidak lagi produktif atau berkurang kemampuan menulisnya. Hal ini bisa terjadi dengan disadari atau pun tidak. 
Istilah writer's block sebenarnya sudah ada sejak tahun 1940an. Diperkenalkan pertama kali oleh Edmund Bergler, seorang psikoanalis di Amerika. Berkaca dari pengalaman, WB ini bisa terjadi berulang. Me-reinfeksi kita sebagai penulis. Itulah mengapa WB ini dikatakan sebagai "virus" yang sesekali bisa aktif bila kondisinya memungkinkan. Ibarat penyakit, tentu akan lebih mudah disembuhkan bila kita mengetahui faktor penyebabnya, bukan? Begitu pula dengan WB, agar bisa terhindar atau segera terlepas dari WB, maka kita perlu mengenali penyebabnya.
 
Berikut adalah beberapa hal yang dapat mengakibatkan WB dan cara mengatasinya:
1. Mencoba metode/topik baru dalam menulis sebenarnya bisa menjadi penyebab sekaligus obat untuk WB. Misal ketika jadi penyebab, ada orang yang senang menulis cerpen atau puisi. Kemudian tiba-tiba harus menulis KTI yang tentu saja memiliki struktur dan metode penulisan yang berbeda. Bila tidak lekas beradaptasi, bisa jadi malah terserang WB. Lalu bagaimana ini bisa menjadi salah satu obat WB? Jawabannya akan berkaitan dengan faktor penyebab WB yang kedua dan ketiga.

2. Dalam Kamus Psikologi, stres diartikan sebagai ketegangan, tekanan, tekanan batin, tegangan dan konflik.

3. Lelah fisik/mental akibat aktivitas harian yang padat juga dapat memicu stress. Pada akhirnya, jangankan menulis, kita bisa merasa jenuh dan suntuk. Terserang WB. Maka mencoba hal baru dalam menulis bisa jadi alternatif solusi. Mempelajari hal-hal baru yang berbeda dengan sebelumnya pasti menyenangkan. Beberapa orang terkadang memilih untuk sejenak rehat dan melakukan hal yang disukai untuk refreshing. Membaca buku-buku ringan untuk cemilan otak juga bisa jadi solusi mengatasi WB. Biar bagaimanapun, WB bisa terjadi karena kita belum bisa mengekspresikan ide dalam bentuk kata. Dengan membaca, kita bisa menambah kosa kata. Pada akhirnya, jika diteruskan insya Allah bisa sekaligus mengatasi WB.

4. Terakhir yang bisa menyebabkan WB adalah terlalu perfeksionis. Narasumber menceritakan ketika menulis diary berbahasa Inggris, jika dibuka kembali diary berbahasa Inggris yang ditulis saat duduk di kelas 2 SMP, membuat tersenyum bahkan tertawa sendiri. Kearena grammar nya saja banyak yang tidak sesuai, tapi tetap PD menulis, tidak hanya satu, ada dua atau tiga diary. Tapi, justru itulah salah satu kunci menghadapi WB. Bila saat itu terlalu perfeksionis, terlalu memikirkan apakah tulisannya sudah sesuai kaidah atau belum, niscaya diary berbahasa Inggris itu tidak akan pernah rampung. 

Kondisi menulis dimana kita tidak memikirkan salah eja, salah ketik, koherensi dan sebagainya ternyata dalam dunia psikologi dikenal dengan istilah free writing atau menulis bebas. 
Jadi jangan khawatir tulisan tidak dibaca. Jangan khawatir dinyinyir orang. Jangan khawatir dikritik ahli. Jangan khawatir tulisannya tidak bagus. Dan masih banyak kekhawatiran lainnya. Mari mencoba menulis bebas untuk mengatasi salah satu penyebab WB. Bukankah tulisan yang buruk jauh lebih baik daripada tulisan yang tidak selesai?

Semoga resume ini bermanfaat, selamat membaca.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar